Wednesday, 23 January 2013

Budidaya Ikan Hias Banggai Cardinalfish (Pterapogon kauderni )

Budidaya Ikan Hias 
Banggai Cardinalfish (Pterapogon kauderni )

 Oleh Abdul Gani dan Erdy A. Basir

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya ritme kerja masyarakat, maka kebutuhan akan objek rekreasi pun juga meningkat. Salah satu yang populer sebagai penawar kepenatan setelah lelah menjalankan aktivitas sehari-hari adalah ikan hias baik ikan hias air tawar maupun laut. Ikan hias laut kini semakin populer di masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri karena warna dan bentuknya yang unik dan beraneka ragam.
Indonesia sendiri terkenal dengan terumbu karang yang merupakan habitat berbagai jenis ikan konsumsi maupun ikan hias. Hingga saat ini, sebagian besar ikan hias laut Indonesia yang merupakan hasil tangkapan dari alam diekspor ke luar negeri dan menjadi sumber devisa negara. Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor tersebut antara lain seperti Singapura, Malaysia, Hongkong, Taiwan serta sebagian ke Benua Eropa dan Amerika. Aktivitas penangkapan di alam yang terus menerus bisa mengakibatkan populasi ikan hias tersebut menjadi berkurang bahkan bisa punah.
Untuk itu, Balai Budidaya Laut (BBL) Ambon melakukan upaya untuk membudidayakan beberapa jenis ikan hias laut, salah satunya adalah banggai cardinalfish (BCF) dengan harapan dapat memberikan informasi sehingga masyarakat tertarik dan dapat menekuni usaha budidaya  banggai cardinalfish yang merupakan salah satu ikan hias laut yang mempunyai nilai ekonois.
1.2  Tujuan
Tujuan dari kegiatan PKL ini adalah :
1.      Megembangkan teknologi budidaya  ikan hias banggai cardinalfish
2.      Memberikan informasi tentang teknik budidaya  ikan hias banggai cardinalfish

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Klasifikasi
Dalam Manual for the Production of the Banggai Cardinalfish, Pterapogon kauderni, in Hawai‘I, Hopkins et.al (2005) menyebutkan bahwa klasifikasi Banggai Cardinalfish (BCF) adalah sebagai berikut :
Kingdom         : Animalia
                   Filum        : Chordata
              Sub Filum : Vertebrata
                                    Kelas : Osteichthyes
                                Sub kelas : Actinopterygi
                                        Super ordo : Teleostei
                                               Famili   : Apogonidae
                                                       Genus : Pterapogon
                                                              Spesies : Pterapogon kauderni

2.2    Morfologi
Secara morfologi, Koumans (1933) dalam Allen and Donaldson (2007) menggambarkan bahwa BCF mempunyai 8 duri keras dan 14 duri lunak di bagian punggung (dorsal) serta  2 duri keras dan 13 duri lunak di bagian anal (anus). Spesies ini mudah dikenali dari sirip dorsal bagian pertamanya yang memanjang dan sirip ekornya yang berbentuk seperti garpu. Demikian pula dengan sirip dorsal bagian keduanya dan sirip analnya yang juga memanjang. BCF mempunyai pola warna yang cukup menarik dengan 3 garis hitam tegak (vertikal) di kepala dan badannya, serta semburat hitam di sirip dorsal, sirip anal dan ekornya dan juga terdapat bintik – bintik hitam di sirip ekornya. Badan BCF berwarna perak dengan bintik – bintik putih terang diantara garis hitam yang kedua dan ketiga. Untuk masing – masing individu bintik putih tersebut dapat digunakan sebagai spesimen identifikasi. Ukuran tubuh dewasa dapat mencapai panjang total 80 mm dan lebar total 55 mm.


2.3    Habitat dan Penyebaran
Ikan BCF ditemukan di 74 lokasi di 30 pulau. 4 lokasi terdapat di perairan Lembeh (Pulau Tiga dan Sulawesi), di Sulawesi Utara (dimana spesies ini dikenalkan pada tahun 2000 dan 1 lokasi di Sulawesi Tengah (Luwuk). Sisanya terdapat di habitat aslinya yaitu di Kepulauan Banggai. Di Kepulauan Banggai, BCF dapat ditemukan di 17 (dari 20) pulau utama dan di 10 (dari 27) pulau lainnya (Allen and Donaldson, 2007).
Ikan ini mempunyai karakteristik yang unik yaitu bersifat teritorial (mempunyai daerah kekuasaan), berpasangan dalam kelompok, dan saat pemijahan dirangsang oleh induk betina. Ikan ini bertipe mouthbrooder, yaitu mengerami telurnya di dalam mulutnya yang dilakukan oleh induk jantan (Hayashi, 1999 dalam Allen and  Donaldson, 2007).

III. METODELOGI
3.1 Tahapan kegiatan Pembenihan Ikan hias Banggai Cardinalfish
3.1.1  Persiapan Wadah
Sebelum proses kegiatan pemijahan dimulai, terlebih dahulu dilakukan persiapan terhadap wadah yang akan digunakan. Untuk wadah pemeliharaan induk berupa bak fiber dan untuk benih yang masih kecil dapat menggunakan akuarium, wadah tersebut dilengkapi dengan instalasi air dan instalasi aerasi. Wadah yang sudah siap terlebih dahulu dicuci dengan bersih baru kemudian diisi dengan air laut dengan system air mengalir dan diberikan beberapa ekor bulu babi sebagai tempat perlindungan baik untuk induk maupun benih yang akan dilahirkan.
3.1.2        3.1.2 Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah upaya untuk menyamakan kondisi media pemeliharaan awal dengan media pemeliharaan yang baru. Kegiatan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya stress pada ikan dengan perubahan media pemeliharaan yang mendadak, sehingga dapat mengurangi jumlah kematian ikan. Proses aklimatisasi pada ikan hias BCF yang baru datang adalah sebagai berikut :
1.      Kantong plastik berisi ikan hias BCF dimasukkan ke dalam bak yang telah berisi air laut.
2.      Kantong plasik didiamkan terapung selama ± 15 menit dan akan terlihat uap air pada kantong plastik. Kegiatan ini dimaksudkan agar suhu air di dalam kantong plastik perlahan-lahan sama dengan suhu air dalam bak.
3.      Kantong plastik dibuka satu per satu dan ikan BCF dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan induk.
4.      Kepadatan induk BCF dalam bak ini berkisar antara 20 - 30 ekor/bak.

3.1.3        3.1.3 Penanganan Induk
Add caption
Dalam penanganan induk perlu ketelitian khusus baik itu kondisi induk maupun terhadap kualitas air dalam bak pemeliharaan. Induk yang sakit biasanya kurang nafsu makan, pergerakan tidak normal dan biasa juga ditandai dengan adanya perubahan warna yang agak kemerah-merahan di bagian badan antara kepala dan sirip punggung. Untuk menjaga kualitas air maka setelah pemberian pakan dilakukan, kotoran dan sisa pakan di dasar bak dibersihkan dengan menggunakan alat penyedot (sipon) serta lemak yang mengapung dipermukaan diusahakan terbuang melalui pipa pembuangan atau diangkat langsung dengan serokan agar kualitas air tetap terjaga.

3.1.4    Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan kepada induk BCF berupa pakan rucah, pakan cumi dan pakan pellet yang diberikan secara adlibitum atau sekenyangnya. Selain itu, dapat diberikan pakan alami berupa Artemia dewasa atau pakan hidup lainnya yang sesuai dengan bukaan mulutnya untuk melengkapi nutrisinya. Hal ini dikarenakan ikan ini di alam terbiasa makan udang-udangan kecil, ikan-ikan kecil dan avertebrata air lainnya. Pakan diberikan sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Sebelum pakan diberikan, perlu ditambahkan multivitamin yang mengandung vitamin C, B, dll untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan. Selain itu diberikan pula pengkayaan berupa vitamin E yaitu Natur E untuk meningkatkan kualitas telur induk-induk BCF. Multivitamin diberikan setiap hari sedangkan vitamin E diberikan 2 kali seminggu. 
3.3.5        3.1.5  Pemijahan
Induk-induk betina yang matang gonad dan siap memijah ditandai dengan perutnya yang membuncit dan terpisah dengan kawanan ikan yang lain. Sebelum memulai pemijahan, biasanya ditandai dengan induk jantan berenang meliuk-liukkan tubuhnya di sekitar induk betina untuk memancing atau merangsang induk betina untuk melakukan perkawinan.
Setelah proses pemijahan selesai, induk jantan akan mengerami telur-telur yang telah terbuahi ke dalam mulutnya. Proses pengeraman telur ini dilakukan selama 15-18 hari. Selama waktu tersebut, induk jantan tidak makan dan tetap menjaga telur tersebut. Pada saat pencucian bak terutama diwaktu pemindahan induk perlu kehati-hatian karena induk jantan yang merasa terganggu akan memuntahkan telur yang dieraminya.

3.3.6        Pemeliharaan Benih
Ikan BCF merupakan tipe ikan yang memelihara telurnya dalam mulut (mouthbreeder) hingga menjadi benih yang memiliki morfologi sama dengan ikan dewasa. Sehingga dalam kegiatan pembenihan ikan BCF, tidak melalui proses pemeliharaan larva, mengingat fase pemeliharaan larva dilakukan oleh induk jantan dalam mulutnya.
Setelah 15 – 18 hari masa pengeraman, benih-benih yang keluar dari mulut induk jantan telah siap beradaptasi dengan lingkungan baru. Proses ini berlangsung bertahap mengingat proses perkembangan organ tubuh benih tersebut bervariasi dan tidak bersamaan. Benih yang dihasilkan oleh satu ekor induk berkisar antara 13 – 55 ekor benih. Benih-benih yang telah keluar biasanya tidak memiliki cadangan makanan (yolk egg) dalam tubuhnya lagi, sehingga harus mendapatkan asupan makanan dari luar. Pakan yang diberikan pada stadia awal adalah nauplii artemia. Pemberian naupli artemia ini berlangsung selama ± 45 hari, kemudian selanjutnya diberikan artemia yang dewasa pada umur lebih dari 45 hari. Benih sebaiknya diajarkan makan pellet agar lebih memudahkan dalam penanganannya. Setelah benih berumur ± 4 bulan, dapat diberikan pakan rucah yang dipotong halus sesuai dengan bukaan mulutnya. Pakan ini diberikan sebanyak 2 – 3 kali sehari dengan dosis sekenyangnya (adlibitum).

IV. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
  1. Budidaya ikan hias banggai cardinalfish dapat dibudidayakan secara massal.
  2. Pakan yang diberikan untuk induk BCF adalah pakan rucah dan pakan cumi sebanyak 2 kali sehari, sedangkan pakan untuk benih adalah pakan alami berupa artemia, yang diberikan sebanyak 2-3 kali sehari.
  3. Untuk menjaga ketahanan tubuh ikan BCF, dilakukan penambahan multivitamin pada pakan atau dilakukan perandaman pada media pemeliharaan.

DAFTAR PUSTAKA
Allen and Donaldson. 2007. Pterapogon kauderni. In: IUCN 2007. 2007 IUCN Red List of Threatened Species. <www.iucnredlist.org>. diunduh pada tanggal 25 Juni 2010. 12.15 WIT.

Hopkins, et al. 2005. Manual for the Production of the Banggai Cardinalfish, Pterapogon kauderni, in Hawai’i . Rain Garden Ornamentals – College of Tropical Agriculture and Human Resources – University of Hawai’i Sea Grant College Program. Hawai’i.





No comments:

Post a Comment

Budidaya ikan hias blue devil

Budidaya ikan hias blue devil
Benih hasil budidaya

Budidaya Ikan Hias Clownfish

Budidaya Ikan Hias Clownfish
Benih ikan Clownfish

AMBON (17/7) - HASIL PEMBENIHAN IKAN HIAS. Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) Gusti Muhammad Hatta (kanan) didampingi Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu menyaksikan hasil pembenihan ikan hias yang dilakukan para peneliti pada Balai Budidaya Laut Ambon saat Pencanangan Program Iptek Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku yang berlangsung di Ambon, Maluku, Selasa (17/7). FOTO ANTARA/Izaac Mulyawan/ed/nz/12. sumber: antarafoto.com

Text Widget

Blogroll

Blogger templates

Pages

Pages - Menu

Pages - Menu

Popular Posts