Budidaya Ikan Hias
Banggai Cardinalfish (Pterapogon kauderni )
Oleh Abdul Gani dan Erdy A. Basir
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya ritme kerja masyarakat, maka kebutuhan akan
objek rekreasi pun juga meningkat. Salah satu yang populer sebagai penawar
kepenatan setelah lelah menjalankan aktivitas sehari-hari adalah ikan hias baik
ikan hias air tawar maupun laut. Ikan hias laut kini semakin populer di
masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri karena warna dan bentuknya yang
unik dan beraneka ragam.
Indonesia sendiri terkenal dengan terumbu karang
yang merupakan habitat berbagai jenis ikan konsumsi maupun ikan hias. Hingga
saat ini, sebagian besar ikan hias laut Indonesia yang merupakan hasil
tangkapan dari alam diekspor ke luar negeri dan menjadi sumber devisa negara.
Negara-negara yang menjadi tujuan ekspor tersebut antara lain seperti
Singapura, Malaysia, Hongkong, Taiwan serta sebagian ke Benua Eropa dan
Amerika. Aktivitas penangkapan di alam yang terus menerus bisa mengakibatkan
populasi ikan hias tersebut menjadi berkurang bahkan bisa punah.
Untuk itu, Balai Budidaya Laut (BBL) Ambon melakukan upaya untuk
membudidayakan beberapa jenis ikan hias laut, salah
satunya adalah banggai cardinalfish (BCF) dengan
harapan dapat memberikan informasi sehingga masyarakat tertarik dan
dapat menekuni usaha budidaya banggai cardinalfish yang merupakan salah satu ikan hias laut yang mempunyai
nilai ekonois.
1.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan PKL ini adalah :
1.
Megembangkan teknologi budidaya ikan hias banggai cardinalfish
2.
Memberikan informasi tentang teknik budidaya ikan hias banggai cardinalfish
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Klasifikasi
Dalam Manual for the Production of the Banggai
Cardinalfish, Pterapogon kauderni, in Hawai‘I, Hopkins et.al (2005) menyebutkan bahwa klasifikasi Banggai Cardinalfish
(BCF) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Sub kelas : Actinopterygi
Super ordo : Teleostei
Famili : Apogonidae
Genus
: Pterapogon
Spesies
: Pterapogon kauderni
2.2
Morfologi
Secara morfologi,
Koumans (1933) dalam Allen and
Donaldson (2007) menggambarkan bahwa BCF mempunyai 8 duri keras dan 14 duri
lunak di bagian punggung (dorsal) serta
2 duri keras dan 13 duri lunak di bagian anal (anus). Spesies ini mudah
dikenali dari sirip dorsal bagian pertamanya yang memanjang dan sirip ekornya
yang berbentuk seperti garpu. Demikian pula dengan sirip dorsal bagian keduanya
dan sirip analnya yang juga memanjang. BCF mempunyai pola warna yang cukup
menarik dengan 3 garis hitam tegak (vertikal) di kepala dan badannya, serta
semburat hitam di sirip dorsal, sirip anal dan ekornya dan juga terdapat bintik
– bintik hitam di sirip ekornya. Badan BCF berwarna perak dengan bintik –
bintik putih terang diantara garis hitam yang kedua dan ketiga. Untuk masing –
masing individu bintik putih tersebut dapat digunakan sebagai spesimen
identifikasi. Ukuran tubuh dewasa dapat mencapai panjang total 80 mm dan lebar
total 55 mm.
2.3
Habitat dan Penyebaran
Ikan BCF ditemukan di
74 lokasi di 30 pulau. 4 lokasi terdapat di perairan Lembeh (Pulau Tiga dan
Sulawesi), di
Sulawesi Utara (dimana spesies ini dikenalkan pada tahun 2000 dan 1 lokasi di
Sulawesi Tengah (Luwuk). Sisanya terdapat di habitat aslinya yaitu di Kepulauan
Banggai. Di Kepulauan Banggai, BCF dapat ditemukan di 17 (dari 20) pulau utama
dan di 10 (dari 27) pulau lainnya (Allen and Donaldson, 2007).
Ikan ini mempunyai karakteristik yang unik yaitu
bersifat teritorial (mempunyai daerah kekuasaan), berpasangan dalam kelompok,
dan saat pemijahan dirangsang oleh induk betina. Ikan ini bertipe mouthbrooder, yaitu mengerami telurnya di dalam mulutnya yang
dilakukan oleh induk jantan (Hayashi, 1999 dalam
Allen and Donaldson, 2007).
III. METODELOGI
3.1 Tahapan kegiatan
Pembenihan Ikan hias Banggai
Cardinalfish
3.1.1 Persiapan
Wadah
Sebelum proses
kegiatan pemijahan dimulai, terlebih dahulu
dilakukan persiapan terhadap wadah yang akan digunakan. Untuk wadah
pemeliharaan induk berupa bak fiber dan untuk
benih yang masih kecil dapat menggunakan akuarium, wadah tersebut dilengkapi
dengan instalasi air dan instalasi aerasi. Wadah yang sudah siap terlebih
dahulu dicuci dengan bersih baru kemudian diisi dengan air laut dengan system air
mengalir dan diberikan beberapa ekor bulu babi sebagai tempat perlindungan baik
untuk induk maupun benih yang akan dilahirkan.
3.1.2
3.1.2 Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah
upaya untuk menyamakan kondisi media pemeliharaan awal dengan media
pemeliharaan yang baru. Kegiatan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya stress
pada ikan dengan perubahan media pemeliharaan yang mendadak, sehingga dapat
mengurangi jumlah kematian ikan. Proses aklimatisasi pada ikan hias BCF yang
baru datang adalah sebagai berikut :
1.
Kantong
plastik berisi ikan hias BCF dimasukkan ke dalam bak yang telah berisi air
laut.
2.
Kantong
plasik didiamkan terapung selama ± 15 menit dan akan terlihat uap air pada
kantong plastik. Kegiatan ini dimaksudkan agar suhu air di dalam kantong
plastik perlahan-lahan
sama dengan suhu air dalam bak.
3.
Kantong
plastik dibuka satu per satu dan ikan BCF dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan
induk.
4.
Kepadatan
induk BCF dalam bak ini berkisar antara 20 - 30 ekor/bak.
3.1.3
3.1.3 Penanganan Induk
Add caption |
3.1.4 Pemberian Pakan
Pakan yang
diberikan kepada induk BCF berupa pakan rucah, pakan cumi dan pakan pellet yang diberikan secara adlibitum atau sekenyangnya. Selain itu, dapat
diberikan pakan alami berupa Artemia dewasa atau pakan hidup lainnya yang
sesuai dengan bukaan mulutnya untuk melengkapi
nutrisinya. Hal ini dikarenakan ikan ini di alam terbiasa makan udang-udangan
kecil, ikan-ikan kecil dan avertebrata air lainnya. Pakan diberikan sebanyak 2
kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Sebelum pakan diberikan, perlu
ditambahkan multivitamin yang mengandung vitamin C, B, dll untuk meningkatkan
daya tahan tubuh ikan. Selain itu diberikan pula pengkayaan berupa vitamin E
yaitu Natur E untuk meningkatkan kualitas telur induk-induk BCF. Multivitamin
diberikan setiap hari sedangkan vitamin E diberikan 2 kali seminggu.
3.3.5
3.1.5 Pemijahan
Induk-induk betina yang matang gonad dan siap memijah ditandai dengan
perutnya yang membuncit dan terpisah dengan kawanan ikan yang lain. Sebelum
memulai pemijahan, biasanya ditandai dengan induk jantan berenang
meliuk-liukkan tubuhnya di sekitar induk betina untuk memancing atau merangsang
induk betina untuk melakukan perkawinan.
Setelah proses
pemijahan selesai, induk jantan akan mengerami telur-telur yang telah terbuahi
ke dalam mulutnya. Proses pengeraman telur ini dilakukan selama 15-18 hari.
Selama waktu tersebut, induk jantan tidak makan dan tetap menjaga telur
tersebut. Pada saat pencucian bak terutama diwaktu pemindahan induk perlu
kehati-hatian karena induk jantan yang merasa terganggu akan memuntahkan telur
yang dieraminya.
3.3.6
Pemeliharaan Benih
Ikan BCF
merupakan tipe ikan yang memelihara telurnya dalam mulut (mouthbreeder) hingga menjadi benih yang memiliki morfologi sama
dengan ikan dewasa. Sehingga dalam kegiatan pembenihan ikan BCF, tidak melalui
proses pemeliharaan larva, mengingat fase pemeliharaan larva dilakukan oleh
induk jantan dalam mulutnya.
Setelah 15 –
18 hari masa pengeraman, benih-benih yang keluar dari mulut induk jantan telah
siap beradaptasi dengan lingkungan baru. Proses ini berlangsung bertahap
mengingat proses perkembangan organ tubuh benih tersebut bervariasi dan tidak bersamaan. Benih yang dihasilkan oleh satu ekor
induk berkisar antara 13 – 55 ekor benih. Benih-benih yang telah keluar biasanya tidak memiliki cadangan makanan (yolk egg) dalam tubuhnya lagi, sehingga
harus mendapatkan asupan makanan dari luar. Pakan yang diberikan pada stadia
awal adalah nauplii artemia. Pemberian naupli artemia ini berlangsung selama ±
45 hari, kemudian selanjutnya diberikan artemia yang dewasa pada umur lebih
dari 45 hari. Benih sebaiknya diajarkan makan pellet agar lebih memudahkan dalam
penanganannya. Setelah benih berumur ± 4 bulan,
dapat diberikan pakan rucah yang dipotong halus sesuai dengan bukaan mulutnya.
Pakan ini diberikan sebanyak 2 – 3 kali sehari dengan dosis sekenyangnya (adlibitum).
IV. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
- Budidaya ikan hias banggai cardinalfish dapat dibudidayakan secara massal.
- Pakan yang diberikan untuk induk BCF adalah pakan rucah dan pakan cumi sebanyak 2 kali sehari, sedangkan pakan untuk benih adalah pakan alami berupa artemia, yang diberikan sebanyak 2-3 kali sehari.
- Untuk menjaga ketahanan tubuh ikan BCF, dilakukan penambahan multivitamin pada pakan atau dilakukan perandaman pada media pemeliharaan.
DAFTAR PUSTAKA
Allen and Donaldson. 2007. Pterapogon kauderni. In: IUCN 2007. 2007 IUCN
Red List of Threatened Species. <www.iucnredlist.org>. diunduh pada
tanggal 25 Juni 2010. 12.15 WIT.
Hopkins, et al. 2005. Manual for
the Production of the Banggai Cardinalfish, Pterapogon kauderni, in Hawai’i .
Rain Garden Ornamentals – College of Tropical Agriculture and Human Resources –
University of Hawai’i Sea Grant College Program. Hawai’i.
No comments:
Post a Comment